Berita Terkini tanpa Kebohongan

Mengharap Dekarbonisasi Terealisasi

7 min read
minyak dan gas, migas

Tanpa aksi nyata, menurut Birol, polusi akan makin tebal dan mengancam banyak kehidupan. “Tanpa aksi nyata secara cepat dari pemerintah di seluruh dunia untuk mengurangi emisi, kita kemungkinan akan menghadapi situasi yang lebih buruk pada tahun 2022,” lanjut Birol.

Ekonomi dorong emisi
Data IEA menunjukkan, peningkatan emisi karbon simetris dengan laju pertumbuhan ekonomi dan permintaan energi. Makin tinggi laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), semakin tinggi pula permintaan akan pasokan energi bagi masyarakat global. Pada saat yang bersamaan, ketika penggunaan energi makin tinggi, maka emisi karbon juga makin besar.

pembangkit listrik tenaga surya, plts, energi solar

Pada tahun 2021 ini, IEA sangat yakin permintaan energi global bakal meningkat sebesar 4,6%. Terutama di pasar negara-negara berkembang, penggunaan energi bakal melampaui angka 2019.

Permintaan untuk semua bahan bakar fosil akan tumbuh secara signifikan pada tahun 2021, dengan batu bara dan gas akan meningkat di atas level 2019. Minyak juga rebound kuat pada 2021, tetapi diperkirakan akan tetap di bawah puncak 2019 karena sektor penerbangan tetap di bawah tekanan.

Estimasi IEA tampaknya sudah terbukti. Ekonomi pada 2021 ini sudah mulai rebound, membaik di banyak negara setelah terpuruk karena imbas dahsyat dari pandemi Covid-19. Permintaan energi, terutama energi listrik yang meningkat drastis, sempat membuat banyak negara kelabakan.

Sudah cukup lama banyak negara mengalami krisis energi listrik. Ironis? Tentu. Apalagi, negara-negara maju juga mengalami masalah ini.

Krisis listrik di Inggris dan negara lain, misalnya, terjadi karena kebutuhan meningkat, sementara pasokan tak sebanding dengan permintaan. Harga gas yang meroket tinggi, sementara pasokan gas terbatas, membuat pengelola pembangkit listrik tak bisa membelinya sehingga kinerja pembangkit listrik terganggu.

Demi memenuhi kebutuhan listrik, banyak negara akhirnya kembali mengoperasikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Meski harga batu bara juga sedang tinggi, pengelola pembangkit menilai kenaikan harga batu bara masih jauh lebih terjangkau dibandingkan dengan harga gas. Mereka menilai, produksi listrik dari PLTU batu bara jauh lebih efisien, terutama dari sisi ekonomi, dibandingkan dengan menggunakan gas.

Di sisi lain, banyak negara menghadapi kendala menggunakan energi terbarukan untuk membangkitkan daya listrik. Padahal, listrik harus terpenuhi agar kehidupan berjalan normal.

Cina cukup lama mengalami problem krisis listrik. Jutaan warga negara Cina mengalami krisis listrik karena tak mendapat pasokan yang memadai. Aktivitas bisnis dan industri pun sempat terganggu di negara yang pernah mendapat julukan “Negeri Tirai Bambu” ini. Pemadaman listrik terus terjadi. Bahkan, di India, Singapura, negara-negara lain mengalaminya.

Pada bulan-bulan terakhir ini, batu bara kembali menjadi primadona. Batu bara kembali memesona karena dicari oleh banyak negara sampai-sampai harganya melejit.

Imbasnya, penggunaan batu bara untuk memproduksi energi listrik meningkat drastis. IEA memperkirakan pemanfaatan batu bara sepanjang 2021 ini bakal meningkat sampai 60%. Dari angka itu, lebih dari 80% proyeksi pertumbuhan permintaan batu bara pada 2021 berasal dari Asia, yang dipimpin oleh Cina.

Penggunaan batu bara di Amerika Serikat dan Uni Eropa juga akan meningkat. Namun, angkanya masih jauh di bawah tingkat sebelum krisis.

Pembangkit listrik dari energi terbarukan yang diperkirakan akan melonjak lebih dari 8,0% pada 2021 sepertinya tak bisa mengimbangi permintaan tinggi batu bara. Ini jelas jauh dari komitmen dan tekad untuk mempercepat transformasi energi dari fosil ke basis energi terbarukan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.