Transisi Energi Listrik Jangan Asal

Terbarukan217 views

 

By Hadi

SELISIK.COM – Transisi energi listrik harus benar-benar dipersiapkan dengan matang. Tidak asal-asalan.

Jangan sampai pembangkit listrik terbarukan bulan ada, belum siap, pembangkit eksisting yang bersumber dari energi tidak terbarukan distop operasinya.

Anggota Dewan Energi Nasional Herman Daniel menyatakan, Indonesia harus benar-benar memperhitungkan kesiapan transisi sebelum mengambil langkah perubahan. Karena itu, jangan terburu-buru melakukan transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan.

Namun, proses menuju transisi harus dilakukan. Pembangkit fosil jangan dimatikan sebelum ada sumber lain yang jelas terbukti.

Profil penggunaan energi listrik di Indonesia berbeda dengan negara-negara lainnya, apalagi dibandingkan dengan negara maju. Indonesia belum mencapai puncak penggunaan energi. Kondisinya jauh berbeda dengan negara di Eropa dan Amerika.

“Mereka sudah mencapai puncak dan sekarang transisi,” ujar Herman dalam webinar Dampak Regulasi EBT terhadap Ketahanan Energi Nasional, Selasa, 3 Agustus 2021.

Indonesia masih membutuhkan berbagai pembangkit yang ada saat ini, termasuk dari PLTU batu bara. Ini penting karena Indonesia harus menggerakkan perekonomian.

“Jangan sampai terjebak. Sudah telanjur mematikan PLTU, ternyata pembangkit EBT tidak siap,” ujar Herman.

Baca juga  Berapa Lama Panel Surya Mampu Bertahan?

Pembangkit fosil juga masih mendominasi pasokan energi di Eropa dan Amerika. Memang angkanya naik, tetapi kontribusi pembangkit EBT dalam penyediaan energi di Eropa dan Amerika masih rendah.

Penyebab utama kondisi itu adalah karena sifat intermittent pembangkit EBT. Pembangkit surya dan angin yang disebut paling efisien dibanding EBT lain, belum selesai dengan masalah ini. Energi dari pembangkit angin dan surya tidak bisa terus menerus tersedia.

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) hanya bisa menghasilkan daya bila ada sinar matahari yang mencukupi. Padahal, polusi, iklim, dan siklus siang-malam membuat sinar matahari tidak bisa terus tersedia. Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) juga kondisinya sama.

“Dengan teknologi sekarang, persoalan ini (intermittent) tidak akan selesai,” ujar Herman. Dunia membutuhkan teknologi baru untuk meningkatkan kemampuan baterai menyimpan energi. Jika kapasitasnya bisa ditingkatkan, persoalan ini bisa diselesaikan.

Herman mengakui, sulit untuk tidak berpikir RUU EBT terkesan membela kepentingan asing. Beberapa klausul dalam RUU memicu tudingan tersebut.

“Soal aturan wajib beli (listrik dari IPP EBT), tidak perlu. Karena itu perlu perencanaan permintaan dan pasokan. Perlu perizinan pembangunan pembangkit,” ungkap Herman.

Baca juga  Penggunaan Baterai Bisa Memacu Pertumbuhan Panel Surya

Perencanaan dan perizinan adalah cara negara mengendalikan agar jangan sampai ada kelebihan atau kekurangan pasokan energi. Bila setiap pihak dibiarkan membangun pembangkit, bisa terjadi kelebihan pasokan dan menjadi beban.

“Perencanaan itu harus cermat. Harus jelas berapa kebutuhan dan berapa yang akan dibangun,” jelas Herman.

Ini semua berlaku untuk berbagai jenis energi. Indonesia belum punya daftar lengkap sumber pasokan dan kelayakan penggunaannya. Ketiadaan daftar itu membuat Indonesia sulit membuktikan klaim kaya sumber energi,” ujar Herman.

“Kalau bisa, lengkap di mana letaknya, berapa potensinya berdasarkan studi kelayakan, bagaimana skala keekonomiannya,” ujarnya.

Pertumbuhan energi listrik terbarukan di Indonesia belum terlalu menggembirakan. Pada 2020 lalu, total energi terbarukan yang digunakan untuk memproduksi listrik baru mencapai 13% dari total energi listrik yang digunakan seluruh rakyat Indonesia. Memang angka 2020 lebih tinggi dibandingkan 2019 yang hanya 11%. Namun, angka ini masih lebih rendah dibandingkan dengan capaian negara-negara lainnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *